Sebuah Janji by Salma



            Katie, si janda tua, hidup bersama kedua anak yang sangat disayanginya, Mary dan Brat. Mary dan Brat bekerja menjadi pemerah susu di sebuah peternakan. Katie sangat menyayangi mereka, terutama Mary. Ia ingin Mary tak pergi jauh darinya sampai ia wafat.

            Suatu hari, datanglah seorang pemuda yang ingin menikahi  Mary. Ia ingin menikahi Mary dan membawanya jauh dari kampungnya. Katie segera menolak. Ia tak mau Mary pergi jauh. Namun, Brat membujuk ibunya : “Ibu, biarkanlah Mary menikah dengannya, ia pasti akan sering mengunjungi kita.”. Dengan berat hati, Katie mengijinkan Mary menikah dengan pemuda itu. Pemuda itupun membawa Mary ke kampungnya.
            Suatu malam yang dingin, Mary duduk sendirian di depan perapian. Jam berdentang dua belas kali. Tiba-tiba, Brat muncul di hadapan Mary dengan wajah pucat. “Brat, kenapa kau mengunjungiku malam-malam begini?”tanya Mary. Brat tidak menjawab, namun langsung menarik tangan Mary. Seketika, Mary merasa tangan Brat sedingin es.
            “Kita harus pulang.”Ujar Brat sambil membuka pintu. Angin bertiup kencang. Salju-salju berjatuhan dari langit. Mary merasakan udara dingin yang amat menusuk. Brat terus menarik Mary melintasi padang salju depan rumahnya.
            Mereka melewati hutan-hutan yang penuh dengan pohon-pohon. Mary mendengar pohon berkata : “Lihatlah, wanita itu berjalan dengan hantu.”. Mary sangat takut dan menoleh kepada Brat. Brat hanya tersenyum dan berkata : “Kakak tertidur dan sedang bermimpi.”. “Ya,aku pasti tertidur dan bermimpi.”ujar Mary.
            Kemudian, Mary dan Brat melewati terowongan besar. Mary merasa langkahnya cepat sekali, seolah mereka terbang bersama angin yang terus berhembus. Fajar-pun menyingsing, dan tampaklah pintu kampung halaman mereka. Mary melihat burung-burung berterbangan, kemudian berkata : “Lihatlah, wanita itu berjalan bersama hantu.”. Brat mengulang kembali : “Kakak tertidur dan sedang bermimpi.”. Mary tersenyum, lalu bergumam : “Ya, aku memang sedang bermimpi. Sebuah mimpi buruk.”
            Mary dan Brat terus melintasi gereja. Lonceng gereja berdentang enam kali, pertanda ada kematian. Terus melintasi rumah-rumah penduduk yang dipasang palang merah. Mary merasa sangat kacau. Palang merah pertanda ada wabah penyakit menular. Mary terus meyakinkan dirinya bahwa ia  sedang bermimpi buruk.
            Sampailah mereka di depan rumah mereka. Fajar mulai tampak. Mary merasakan tangan Brat menghilang. Ia menoleh ke arah Brat. Brat tersenyum, lalu berkata : “Temuilah Ibu di dalam. Katakanlah padanya, bahwa aku sangat menyayanginya.”. Perlahan, tubuh Brat memudar seiring dengan terbitnya matahari. Sadarlah Mary. Brat telah meninggal, dan sekarang ibunya membutuhkannya.
©19112012/Ă„ndrea H”/Qui genius humanium, ingenio superavit
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

2 comments: